Perhatian: ulasan buku ini akan ditulis dalam Bahasa Indonesia dulu, dan Bahasa Inggris berikut.
Note: this book review will be written first in Bahasa Indonesia, then English afterwards.
Novel sastra tentang seorang perempuan Indo, keluarganya dan jiwa Indonesia melalui sejarah abad 19an
Peringatan pemicu: perkosaan, perbuatan sumbang, kebinatangan, penelantaran anak, penyalahgunahan, perang, penyiksaan, penculikan, pedofilia, pernikaan anak, bunuh diri, keguguran
Walaupun saya tinggal di Indonesia untuk jumlah enam tahun, dan belajar Bahasa Indonesia di SD, SMP, SMU dan Universitas, sebelum ini saya belum pernah membaca buku novel dalam Bahasa Indonesia. Waktu saya masih remaja, bapak saya kasih kepada saya “Harry Potter dan Batu Bertuah”. Saya coba membacanya, tetapi kosa katanya terlalu susah dan saya tidak mebaca lebih dari si kembar Weasley yg ditemu pertama kali oleh Harry Potter di kereta api Hogwarts Express. Saya pernah dengar tentang buku ini dari teman-teman dan penulis lain (khususnya tentang hal realisme magis). Walaupun ada terjemahan Bahasa Inggris, saya punya keinginan untuk membaca buku ini dalam Bahasa Indonesia. Saya sekarang membaca beberapa buku untuk proyek tulisan dan buku ini ada tema relevan. Oleh karena itu, saya pesan edisi Indonesia.

“Cantik Itu Luka” ditulis oleh Eka Kurniawan adalah sebuah novel tentang seorang perempuan bernama Dewi Ayu yang tinggal lagi sesudah dua puluh satu tahun kematian. Novel ini menjelaskan kenapa Dewi Ayu menutuskan untuk mati sesudah anak perempuan keempatnya lahir. Berbeda dari kakak-kakaknya, anak perempuan ini sangat jelek dan sebelum mati, Dewi Ayu kasih satu hadiah: nama Cantik. Terus, kita membaca tentang hidup Dewi Ayu sebagai orang Indo di kota Halimunda. Halimunda diokupasi oleh tentara Jepang pada Perang Dunia II dan Dewi Ayu terpaksa menjadi pelacur. Sesudah perang, Dewi Ayu menjadi pelacur yang paling terkenal dan dicintai di Halimunda. Dia punya tiga anak dari tiga bapak berbeda dan setiap anak lebih cantik dari pada yang lain. Akan tetapi, masa sesudah perang merupakan kesempatan untuk mendapat kemerdekaan dari Belanda dan membayang negeri baru. Ada tiga cowok yang menjadi sangat berkuasa pada waktu ini: Shodancho, Kamerad Kliwon dan Maman Gendeng. Siapa yang menang perang untuk jiwa Indonesia dan menikah anak perempuan cantik Dewi Ayu?
Novel ini mencerita sejarah Indonesia dari perspektif unik. Dengan pergunaan realisme magis dan tema yang mengerikan, Eka Kurniawan menunjukkan peristiwa yang paling jelek pada periode Perang Dunia II, Revolusi Nasional Indonesia, Penumpasan PKI dan mungkin juga Petrus. Tokoh-tokoh Dewi Ayu, anaknya dan suaminya mengalamkan peristiwa ini dengan berbeda dan jelas bahwa orang perempuan sangat mudah diserang oleh tentara, preman dan bahkan keluarganya. Dewi Ayu sangat praktis, dan tanpa emosi dia menderita dan mengambil tindakan untuk memastikan dia dan anaknya aman. Kadang-kadang ada peristiwa yang tidak bisa dijelaskan seperti orang yang hidup lagi, cium yang berapi, babi yang menjadi manusia dan kutukan yang tidak bisa dipatahkan. Eka Kurniawan menggunakan hal ini untuk membuat emosi Halimunda semakin keras. Gaya menulisnya sering seperti dogeng.
Akan tetapi, buku ini tidak mudah dibaca. Walaupun memang ada banyak kosa kata yang saya belum tahu (sesudah selesai buku ini, saya mengisi tiga buku catatan dengan kosa kata Bahasa Indonesia!), itu bukan masalahnya. Masalanya sebetulnya tema. Ada banyak kekerasan, banyak perkosaan dan banyak hal yang didaftarkan di atas yang sulit dibaca. Walaupun saya paham ada hal yang harus didiskusikan, Eka Kurniawan menulis tentang hal jelek dengan terlalu banyak perincian, dan saya merasa tidak nyaman membaca buku ini.
Walaupun ini buku yang penting dan menarik, itu juga buku sulit dan sering mengerikan.
Literary novel about an Indo woman, her family and the soul of Indonesia through 19th century history
Content warning: rape, incest, bestiality, child abandonment, abuse, war, torture, kidnapping, pedophilia, child marriage, suicide, miscarriage
Although I lived in Indonesia for a total of six years, and studied Indonesian in primary school, high school and university, before now I have never read a book in Bahasa Indonesia. When I was still a teenager, my dad gave me a copy of “Harry Potter and the Philosopher’s Stone”. I tried to read it, but the vocabulary was too difficult and I didn’t read further than the Weasley twins met for the first time by Harry Potter on the Hogwarts Express train. I had heard about this book from friends and other writers (especially about the issue of magic realism) Although there is an English translation, I wanted to read it in Bahasa Indonesia. I’m currently reading several books for a writing project and this book has relevant themes. As a result, I ordered an Indonesian edition.

“Beauty is a Wound” by Eka Kurniawan is a novel about a woman called Dewi Ayu who lives again after twenty one years of being dead. This novel explains why Dewi Ayu decided to die after her fourth child was born. Unlike her sisters, this girl is extremely ugly and before dying, Dewi Ayu gives her one gift: the name Beauty. Next, we read about Dewi Ayu’s life as an Indo person in the city of Halimunda. Halimunda was occupied by the Japanese army during World War II and Dewi Ayu is forced to become a sex worker. After the war, Dewi Ayu becomes the most famous and beloved sex worker in Halimunda. She has three children from three different fathers and each child is more beautiful than the next. However, the time after the war is an opportunity to achieve independence from the Netherlands and imagine a new nation. There are three men who become very influential during this time: Shodancho, Kamerad Kliwon and Maman Gendeng. Who will win the war for the soul of Indonesia and marry Dewi Ayu’s beautiful daughters?
This novel depicts Indonesia’s history from a unique perspective. With the use of magic realism and horrifying themes, Kurniawan whos the most ugly events during World War II, the Indonesian National Revolution, the Indonesian Communist Purge and perhaps even the Petrus Killings. The characters of Dewi Ayu, her children and their husbands experiences these events differently and it is clear that women are especially vulnerable to the army, thugs and even their own families. Dewi Ayu is very practical, and without emotion she endures and takes action to ensure that she and her children are safe. Sometimes there are events than cannot be explained like people coming back to life, fiery kisses, pigs who become people and curses that cannot be cursed. Eka Kurniawan uses these elements to make Halimunda’s emotions even more intense. His writing style is often like fables.
However, this book is difficult to read. Although there is plenty of vocabulary that I didn’t know yet (after finishing this book, I had filled three notebooks with Indonesian vocabulary!), that wasn’t the problem. The problem was actually the themes. There is lots of violence, lots of rape and lots of the things listed above that are difficult to read. Although I understand there are things that need to be discussed, Eka Kurniawan writes about gross things with far too much detail, and I felt really uncomfortable reading this book.
Although this is an interesting and important book, it is also a difficult book that is often horrifying.
Pingback: 2022: A Year in Books | Tinted Edges
Pingback: Petualangan Anak Indonesia (Indonesian Children’s Adventure) | Tinted Edges